SEJARAH DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW DI MADINAH
1.
Dakwah Nabi Muhammad untuk Menyempurnakan Akhlak Manusia
Setelah Nabi Miuhammad SAW menerima
wahyu, maka secara resmi beliau telah diangkat menjadi Rasul oleh Allah SWT.
Beliau mempunyai kewajiban untuk membina umat yang telah berada dalam kesesatan
untuk menuju jalan yang lurus. Dakwah Nabi Muhammad SAW dimulai dari wilayah
Makkah di jazirah Arab, walaupun pada akhirnya ajaran beliau adalah untuk
seluruh umat manusia. Jauh sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW, sebenarnya
Allah SWT juga telah mengutus nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. Kedua
Rasul ini telahberhasil membina bangsa Arab dan masyarakat makkah menjadi orang
yang beriman dan hanya menyembah kepada Allah SWT. Bahkan kedua Rasul tersebut
juga diperintah Allah SWT untuk membangun Ka’bah di Makkah. Namun dengan
berjalanya waktu, keimanan masyarakat Makkah menjadi luntur dan berubah menjadi
kemusyrikan dengan menyembah patung dan berhala. Mereka tidak hanya mengalami
kerusakan dalam hal aqidah, bahkan akhlaknya juga rusak.
Nabi Muhammad SAW sebagai rasul
tidak henti-hentinya berusaha memperbaiki akhlak masyarakat yang sudah rusak
tersebut. Untuk memperbaiki akhlak, maka Allah SWT telah mengutus rasul yang
memang semenjak kecil dikenal oleh masyarakat sebagai orang yang sangat mulia
akhlaknya. Sejak masih kecil, remaja, sampai dewasa Nabi Muhammad sudah dikenal
oleh masayarakat Makkah sebagai orang yang mempunyai kepribadian baik, berbeda
dengan kebanyakan orang saat itu. Penampilannya pun sederhana, bersahaja, dan
berwibawa. Ketika ia berjalan badannya agak condong kedepan, melangkah sigap
dan pasti. Raut mukanya menunjukkan pikirannya yang cerdas, tajam, dan jernih.
Pandangan matanya menunjukkan keteduhan dan kewibawaan, membuatorang patuh
kepadanya. Ia juga dikenal sebagai orang yang jujur dalam setiap perkataan
maupun perbuatan. Dengan sifatnya yang demikian itu tidak heran bila Khadijah,
majikannya menaruh simpati kepadanya, dan tidak pula mengherankan bila Muhammad
diberi keleluasaan mengurus hartanya. Khadijah juga membiarkannya menggunakan
waktu untuk berpikir dan menuangkan hasil pemikirannya. Akhirnya Muhammad dan
Khadijah menikah menjadi sepasang suami istri yang sangat setia dan memiliki
anak-anak yang shalih.
Muhammad mendapat karunia Tuhan
dalam perkawinannya dengan Khadijah, mereka berada dalam kedudukan yang tinggi
dan harta yang cukup. Seluruh penduduk Makkah memandangnya dengan rasa segan
dan hormat. Mereka mensyukuri karunia Tuhan yang diberikan kepadanya serta anak
dan keturunan yang baik. Semua itu tidak mengurangi pergaulannya dengan
penduduk Makkah baik yang kaya maupun yang miskin. Dalam kehidupan sehari-hari,
Muhammad bergaul baik dengan masyarakat sekitar. Bahkan setelah menikah dengan
Khadijah ia lebih dihormati di tengah-tengah masyarakat. Dengan dihormati orang
Muhammad tidak menjadi tinggi hati, namun ia menjadi semakin rendah hati. Bila
ada yang mengajaknya bicara ia mendengarkan dan memperhatikannya tanpa menoleh
kepada orang lain. Perilakunya yang demikian sangat berbeda dengan kebanyakan
orang Makkah yang menjadi sombong dan congkak ketika dihormati, dan marah-marah
ketika merasa tidak dihormati. Muhammad juga bukan termasuk orang yang suka
mengobral perkataan, ia berkata seperlunya, dan ia lebih banyak mendengarkan.
Bila bicara selalu bersungguh-sungguh, tapi sungguhpun begitu ia sesekali
membuat humor dan bersenda-gurau. Sifatnya yang jujur tersebut juga sangat
berbeda dengan kebanyakan orang Makkah yang suka berbohong, membual, dan sulit
dipercaya. Setiap bertemu orang Muhammad selalu tersenyum. Pada saat-saat
tertentu juga bercanda dan terkadang tertawa sampai terlihat gerahamnya. Bila
ia marah tidak pernah sampai tampak kemarahannya, hanya antara kedua keningnya
tampak sedikit berkeringat, hal ini disebabkan ia menahan rasa amarah dan tidak
mau menampakkannya keluar. Semua itu terbawa oleh kodratnya yang selalu lapang
dada, berkemauan baik dan menghargai orang lain. Ia bijaksana, murah hati dan
mudah bergaul. Tapi ia juga mempunyai tujuan pasti, berkemauan kuat, tegas dan
tak pernah ragu-ragu dalam tujuannya. Sifat-sifat demikian ini berpadu dalam
dirinya dan meninggalkan pengaruh yang dalam sekali pada orang-orang yang
bergaul dengan dia. Bagi orang yang melihatnya tiba-tiba, sekaligus akan timbul
rasa hormat, dan bagi orang yang terbiasa bergaul dengannya akan timbul rasa
cinta kepadanya.
Muhammad menjalin hubungan baik
kepada penduduk Makkah. Ia juga berpartisipasi dalam kegiatan sosial dalam
kehidupan masyarakat hari-hari. Pada waktu itu masyarakat sedang sibuk karena bencana
banjir besar yang turun dari gunung kemudian menimpa dan meretakkan
dinding-dinding Ka’bah yang memang sudah rapuh. Sebelum itupun masyarakat suku
Quraisy memang sudah memikirkannya. Ka’bah yang tidak beratap itu menjadi
sasaran pencuri mengambil barang-barang berharga di dalamnya. Hanya saja
masyarakat suku Quraisy merasa takut kalau bangunannya diperkuat, pintunya
ditinggikan dan diberi atap, dewa Ka’bah yang suci itu akan menurunkan bencana
kepada mereka. Sepanjang zaman Jahiliyyah keadaan mereka diliputi oleh berbagai
macam legenda yang mengancam bagi siapapun yang berani mengadakan sesuatu
perubahan terhadap Ka’bah. Dengan demikian perbuatan itu dianggap tidak umum.
Tetapi sesudah mengalami bencana
banjir tindakan demikian itu adalah suatu keharusan, walaupun masih diliputi
rasa takut dan ragu-ragu. Bertepatan dengan kejadian itu, kapal milik seorang
pedagang Romawi bernama Baqum yang datang dari Mesir terhempas di laut dan
pecah. Sebenarnya Baqum adalah seorang ahli bangunan yang mengetahui masalah
perdagangan. Sesudah suku Quraisy mengetahui hal ini, maka berangkatlah
al-Walid bin al-Mughira dengan beberapa orang dari Quraisy ke Jeddah menemui
Baqum. Kapal itu kemudian dibelinya, kemudian diajaknya berunding supaya
sama-sama datang ke Makkah guna membantu mereka membangun Ka’bah kembali. Baqum
menyetujui permintaan itu. Pada waktu itu di Makkah ada seorang Kopti yang
mempunyai keahlian sebagai tukang kayu. Persetujuan tercapai bahwa diapun akan
bekerja dengan mendapat bantuan Baqum.
Sudut-sudut Ka’bah oleh suku Quraisy
dibagi empat bagian tiap kabilah mendapat satu sudut yang harus dirombak dan
dibangun kembali. Sebelum bertindak melakukan perombakan itu mereka masih
ragu-ragu dan khawatir akan mendapat bencana. Kemudian al-Walid bin al-Mughira
tampil ke depan dengan merasa sedikit takut. Setelah berdoa kepada
dewa-dewanya, ia mulai merombak bagian sudut selatan. Orang-orang menunggu apa
yang akan dilakukan Tuhan terhadap al-Walid. Tetapi setelah sampai pagi hari
tak terjadi apa-apa, mereka pun beramai-ramai merombaknya dan memindahkan
batu-batu yang ada. Muhammad pun ikut dalam kerja bakti itu.
Sesudah bangunan itu setinggi orang
berdiri dan tiba saatnya meletakkan Hajar Aswad yang disucikan di tempatnya
semula di sudut timur, maka timbullah perselisihan di kalangan Quraisy, siapa
yang seharusnya mendapat kehormatan meletakkan batu itu pada tempatnya semula.
Demikian memuncaknya perselisihan itu sehingga hampir saja timbul perang
saudara. Keluarga Abdud Dar dan keluarga ‘Adi bersepakat takkan membiarkan
kabilah yang manapun campur tangan dalam kehormatan yang besar ini. Untuk itu
mereka mengangkat sumpah bersama. Keluarga Abdud Dar membawa sebuah baki berisi
darah. Tangan mereka dimasukkan ke dalam baki itu guna memperkuat sumpah
mereka. Karena itu lalu diberi nama La’aqatud Dam, yakni ‘jilatan darah.’ Abu
Umayyah bin al-Mughira dari Bani Makhzum, adalah orang yang tertua di antara
mereka. Ia dihormati dan dipatuhi. Setelah melihat keadaan serupa itu ia
berkata kepada mereka:
"Serahkanlah putusan kamu ini
di tangan orang yang pertama sekali memasuki pintu Shafa ini."
Tatkala mereka melihat Muhammad
adalah orang pertama memasuki tempat itu, mereka berseru: "Ini al-Amin
(orang yang terpercaya) ; kami dapat menerima keputusannya." Lalu mereka
menceritakan peristiwa itu kepada Muhammad. Ia pun mendengarkan dan sudah
melihat di mata mereka betapa berkobarnya api permusuhan itu. Ia berpikir
sebentar, lalu katanya: "Kemarikan sehelai kain," katanya. Setelah
kain dibawakan dihamparkannya dan diambilnya batu itu lalu diletakkannya dengan
tangannya sendiri, kemudian katanya; "Hendaknya setiap ketua kabilah
memegang ujung kain ini." Mereka bersama-sama membawa kain tersebut ke
tempat batu itu akan diletakkan. Lalu Muhammad mengeluarkan batu itu dari kain
dan meletakkannya di tempatnya. Dengan demikian perselisihan itu berakhir dan
bencana dapat dihindarkan. Quraisy menyelesaikan bangunan Ka’bah sampai
setinggi delapanbelas hasta (± 11 meter), dan ditinggikan dari tanah sedemikian
rupa, sehingga mereka dapat menyuruh atau melarang orang masuk. Di dalam Ka’bah
itu mereka membuat enam batang tiang dalam dua deretan dan di sudut barat
sebelah dalam dipasang sebuah tangga naik sampai ke teras di atas lalu
meletakkan Hubal di dalam Ka’bah. Juga di tempat itu diletakkan barang-barang
berharga lainnya, yang sebelum dibangun dan diberi beratap menjadi sasaran
pencurian.
Kejadian ini berlangsung saat
Muhammad berusia 35 tahun, dan keputusannya mengambil batu dan diletakkan di
atas kain lalu mengambilnya dari kain dan diletakkan di tempatnya dalam Ka’bah,
menunjukkan betapa tingginya kedudukannya dimata penduduk Makkah, betapa
besarnya penghargaan mereka kepadanya sebagai orang yang berjiwa besar. Pada
tahun 611 M, waktu itu Muhammad berusia 40 tahun beliau menerima wahyu yang pertama.
Di puncak Gunung Hira, – sejauh dua farsakh sebelah utara Makkah – terletak
sebuah gua yang sangat kondusif untuk tempat menyendiri (berkhalwat). Sepanjang
bulan Ramadan tiap tahun Muhammad pergi ke sana dan berdiam di tempat itu. Ia
tekun dalam merenung dan beribadah, menjauhkan diri dari segala kesibukan hidup
dan keributan manusia. Ia mencari Kebenaran tentang keberadaan Tuhan dan
merenungkan keboborokan perilaku sehari-hari masyarakat Arab saat itu. Demikian
kuatnya ia merenung mencari hakikat kebenaran itu, sehingga lupa ia akan
dirinya, lupa makan, lupa segala yang ada dalam hidup ini. Sebab, segala yang
dilihatnya dalam kehidupan manusia sekitarnya, bukanlah suatu kebenaran.
Ia merenung untuk mencari jawaban
mengenai perilaku masyarakat dalam masalah-masalah hidup. Apa yang disajikan
sebagai kurban-kurban untuk tuhan-tuhan mereka itu, bukanlah sesuatu yang dapat
dibenarkan menurut rasio dan nurani yang jernih. Berhala-berhala yang tidak
berguna, tidak menciptakan dan tidak pula mendatangkan rejeki, tak dapat
memberi perlindungan kepada siapapun yang ditimpa bahaya tidak selayaknya
dipuja dan disembah. Hubal, Lata dan ‘Uzza, dan semua patung-patung dan
berhala-berhala yang terpancang di dalam dan di sekitar Ka’bah, tak pernah
menciptakan seekor lalat sekalipun, atau akan mendatangkan suatu kebaikan bagi
Makkah. Ketika itulah ia percaya bahwa masyarakatnya telah tersesat, jauh dari
kebenaran.Keyakinan mereka terhadap keberadaan Tuhan telah rusak karena tunduk
kepada khayal berhala-berhala serta kepercayaan-kepercayaan semacamnya.
Kebenaran itu ialah Allah, Khalik seluruh alam, tak ada tuhan selain Dia.
Kebenaran itu ialah Allah Pemelihara semesta alam. Dialah Maha Rahman dan Maha
Rahim.
Kebenaran itu ialah bahwa manusia
dinilai berdasarkan perbuatannya. "Barangsiapa mengerjakan kebaikan
seberat atompun akan dilihat-Nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat
atompun akan dilihat-Nya pula." (Qur’an, 99:7-8) Dan bahwa surga itu benar
adanya dan neraka juga benar adanya. Mereka yang menyembah tuhan selain Allah
mereka itulah menghuni neraka, tempat tinggal dan kediaman yang paling durhaka.
Tatkala ia sedang bertahanuth, ketika itulah datang malaikat membawa sehelai
lembaran seraya berkata kepadanya: "Bacalah!" Dengan terkejut Muhammad
menjawab: "Saya tak dapat membaca". Ia merasa seolah malaikat itu
mencekiknya, kemudian dilepaskan lagi seraya katanya lagi: "Bacalah!"
Masih dalam ketakutan akan dicekik lagi Muhammad menjawab: "Apa yang akan
saya baca."
Seterusnya malaikat itu berkata:
"Bacalah! Dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan. Menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang mengajarkan dengan
Pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya …" Lalu ia
mengucapkan bacaan itu. Malaikatpun pergi, setelah kata-kata itu terpateri
dalam kalbunya.
Setelah menerima wahyu yang pertama
itu maka Muhammad menjadi seorang utusan (rasul), sehingga dia mempunyai
kewajiban untuk menyampaikan ajaran Allah SWT kepada umat manusia. Setelah
menjadi rasul, maka sifat-sifat mulia yang dimilikinya tidak hanya dimilikinya
sendiri, namun dia harus mengajarkan dan memberi teladan kepada umat manusia
untuk berakhlak yang mulia.
Kepada-Nyalah naik
perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya”. (QS Fathir :
10)
Nabi Muhammad mengajarkan bahwa
kemuliaan manusia tidak diukur dari harta, keturunan, suku, keindahan tubuh,
kekuatan, maupun pangkat dan jabatannya dalam masyarakat.
Namun kemuliaan manusia terletak
pada ketaatannya kepada Allah SWT dan kemuliaan akhlaknya, baik berupa sikap,
perkataan, maupun perbuatannya dalam kehidupan sehari-hari. Padahal ketika itu
masayarakat Arab sangat menonjolkan keturunan dan sukunya. Mereka sering
berselisih, bertengkar bahkan berperang agar sukunya menjadi yang paling terhormat
diantara yang lain. Mereka juga sangat membanggakan harta dan kedudukan.
Semakin banyak harta dan memiliki banyak budak, maka mereka merasa menjadi
mulia. Setelah menjadi rasul, Nabi Muhammad SAW memberikan ajaran yang sangat
mulia bahwa sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat dan dapat
bermanfaat bagi orang lain. Padahal perilaku masyarakat Quraisy saat itu
seringkali menyengsarakan orang lain,, mereka semena-mena terhadap orang-orang
miskin apalagi terhadap budak-budak mereka. Betapa beratnya tugas Nabi Muhammad
SAW untuk membina manusia agar berakhlak mulia ketika kondisi akhlaknya sudah
buruk. Namun semua itu dilakukan beliau dengan penuh kesabaran dan dengan cara
memberi teladan.
2. Hijrah Rasulullah
Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus
diketahui oleh umat Islam. Pertama hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan
yang dilarang dan dimurkai Allah SWT untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
baik, yang disuruh Allah SWT dan diridai-Nya.
Arti kedua hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena
di negeri itu umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman, dan kekerasan,
sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat
Islam di negeri kafir itu, berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan
dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat
Islam, yakni berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun
pertama hijrah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.
Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah (negeri kafir) ke
Yastrib (negeri Islam) adalah:
- Menyelamatkan diri dan umat
Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan kaum kafri Quraisy. Bahkan pada
waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di Mekah untuk berhijrah ke
Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum Quraisy dengan
maksud untuk membunuhnya.
- Agar memperoleh keamanan dan
kebebasan dalam berdakwah serta beribadah, sehingga dapat meningkatkan
usaha-usahanya dalam berjihad di jalan Allah SWT, untuk menegakkan dan
meninggikan agama-Nya (Islam)
Artinya: “Dan orang-orang yang
berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan
tempat yang bagus kepada mereka di dunia. dan Sesungguhnya pahala di akhirat
adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui, (yaitu) orang-orang yang sabar dan
hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakkal.” (Q.S. An-Nahl, 16: 41-42)
3. Dakwah Rasulullah di Madinah
Dakwah Rasulullah SAW periode
Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni dari semenjak tanggal 12 Rabiul
Awal tahun pertama hijriah sampai dengan wafatnya Rasulullah SAW, tanggal 13
Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah.
Materi
dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain ajaran
Islam yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan Hadis periode Mekah, juga
ajaran Islam yang terkandung dalm 25 surat Madaniyah dan hadis periode Madinah.
Adapaun ajaran Islam periode Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah
sosial kemasyarakatan.
Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-orang
yang sudah masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Ansar. Juga orang-orang
yang belum masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di
luar kota Madinah yang termasuk bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa Arab.
Rasulullah
SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa Arab, tetapi untuk seluruh
umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam.” (Q.S. Al-Anbiya’, 21: 107)
Dakwah
Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk Islam (umat
Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang
diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang
bertakwa. Selain itu, Rasulullah SAW dibantu oleh para sahabatnya melakukan
usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan sesama umat Islam dan terbentuk
masyarakat madani di Madinah.
Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam
bertujuan agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-ajarannya
dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa beriman
dan beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
Tujuan dakwah
Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji, menyebabkan
umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk Islam dengan kemauan dan
kesadarn sendiri. namun tidak sedikit pula orang-orang kafir yang tidak
bersedia masuk Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang lain
masuk Islam dan juga berusaha melenyapkan agama Isla dan umatnya dari muka
bumi. Mereka itu seperti kaum kafir Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi
Madinah, dan sekutu-sekutu mereka.
Setelah ada izin
dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-Hajj,
22:39 dan Al-Baqarah, 2:190, maka kemudian Rasulullah SAW dan para sahabatnya
menusun kekuatan untuk menghadapi peperangan dengan orang kafir yang tidak
dapat dihindarkan lagi
Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha
Kuasa menolong mereka itu” (Q.S. Al-Hajj, 22:39)
Artinya: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,
(tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Q.S. Al-Baqarah, 2:190)
Peperangan-peperangan
yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya itu tidaklah bertujuan
untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan pernag, tetapi bertujuan
untuk:
- Membela diri, kehormatan, dan
harta.
- Menjamin kelancaran dakwah, dan
memberi kesempatan kepada mereka yang hendak menganutnya.
- Untuk memelihara umat Islam
agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan Romawi.
Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya
mampu membangun suatu negar yang merdeka dan berdaulat, yang berpusat di
Madinah, mereka berusaha menyiarkan dan memasyhurkan agama Islam, bukan saja
terhadap para penduduk Jazirah Arabia, tetapi juga keluar Jazirah Arabia, maka
bangsa Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuaan mereka akan
tersaingi. Oleh karena itu, bangsa Romawi dan bangsa Persia bertekad untuk
menumpas dan menghancurkan umat Islam dan agamanya. Untuk menghadapi tekad
bangsa Romawi Persia tersebut, Rasulullah SAW dan para pengikutnya tidak
tinggal diam sehingga terjadi peperangan antara umat Islam dan bangsa Romawi,
yaitu :
Perang Mut’ah
Peperangan Mu’tah terjadi
sebelah utara lazirah Arab. Pasukan Islam mendapat kesulitan menghadapi tentara
Ghassan yang mendapat bantuan dari Romawi. Beberapa pahlawan gugur melawan
pasukan berkekuatan ratusan ribu orang itu. Melihat kenyataanyang tidak
berimbang ini, Khalid ibn Walid, yang sudah masuk Islam, mengambil alih komando
dan memerintahkan pasukan untuk menarik diri dan kembali ke Madinah.
Selama dua tahun perjanjian
Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam sudah menjangkau seluruh Jazirah Arab dan
mendapat tanggapan yang positif. Hampir seluruh Jazirah Arab, termasuk
suku-suku yang paling selatan, menggabungkan diri dalam Islam.
Hal ini membuat orang-orang
Mekah merasa terpojok. Perjanjian Hudaibiyah ternyata menjadi senjata bagi umat
Islam untuk memperkuat dirinya. Oleh karena itu, secara sepihak orang-orang
kafir Quraisy membatalkan perjanjian tersebut.
Perang Tabuk
Melihat kenyataan ini,
Heraklius menyusun pasukan besar di utara Jazirah Arab, Syria, yang merupakan
daerah pendudukan Romawi. Dalam pasukan besar itu bergabung Bani Ghassan dan
Bani Lachmides.
Untuk menghadapi pasukan
Heraklius ini banyak pahlawan Islam yang menyediakan diri siap berperang
bersama Nabi sehingga terhimpun pasukan Islam yang besar pula. Melihat besarnya
pasukaDi sini beliau membuat beberapa perjanjian dengan penduduk setempat.
Dengan demikian, daerah perbatasan itu dapat dirangkul ke dalam barisan Islam.
Perang Tabuk merupakan perang terakhir yang diikuti Rasulullah SAW.
Peperangan lainnya yang dilakukan pada masa Rasulullah SAW seperti:
Perang Badar
Perang Badar yang merupakan
perang antara kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy Mekah terjadi
pada tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak dari serangkaian pertikaian yang
terjadi antara pihak kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy. Perang
ini berkobar setelah berbagai upaya perdamaian yang dilaksanakan Nabi Muhammad
SAW gagal.
Tentara muslimin Madinah
terdiri dari 313 orang dengan perlengkapan senjata sederhana yang terdiri dari
pedang, tombak, dan panah. Berkat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan semangat
pasukan yang membaja, kaum muslimin keluar sebagai pemenang. Abu Jahal,
panglima perang pihak pasukan Quraisy dan musuh utama Nabi Muhammad SAW sejak
awal, tewas dalam perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy, dan 70
orang lainnya menjadi tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14 yang gugur
sebagai syuhada. Kemenangan itu sungguh merupakan pertolongan Allah SWT (Q.S.
3: 123).
Artinya: “Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, Padahal
kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. karena itu bertakwalah kepada
Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya.”(Q.S. Ali-Imran: 123).
Orang-orang Yahudi Madinah
tidak senang dengan kemenangan kaum muslimin. Mereka memang tidak pernah
sepenuh hati menerima perjanjian yang dibuat antara mereka dan Nabi Muhammad
SAW dalam Piagam Madinah.
Sementara itu, dalam
menangani persoalan tawanan perang, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk
membebaskan para tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan masing-masing. Tawanan
yang pandai membaca dan menulis dibebaskan bila bersedia mengajari orang-orang
Islam yang masih buta aksara. Namun tawanan yang tidak memiliki kekayaan dan
kepandaian apa-apa pun tetap dibebaskan juga.
Tidak lama setelah perang
Badar, Nabi Muhammad SAW mengadakan perjanjian dengan suku Badui yang kuat.
Mereka ingin menjalin hubungan dengan Nabi SAW karenan melihat kekuatan Nabi
SAW. Tetapi ternyata suku-suku itu hanya memuja kekuatan semata.
Sesudah perang Badar, Nabi
SAW juga menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi Madinah yang berkomplot dengan
orang-orang Mekah. Nabi SAW lalu mengusir kaum Yahudi itu ke Suriah.
Bagi kaum
Quraisy Mekah, kekalahan mereka dalam perang Badar merupakan pukulan berat.
Mereka bersumpah akan membalas dendam. Pada tahun 3 H, mereka berangkat menuju
Madinah membawa tidak kurang dari 3000 pasukan berkendaraan unta, 200 pasukan
berkuda di bawah pimpinan Khalid ibn Walid, 700 orang di antara mereka memakai
baju besi.
Nabi Muhammad menyongsong
kedatangan mereka dengan pasukan sekitar 1000 (seribu) orang. Namun, baru saja
melewati batas kota, Abdullah ibn Ubay, seorang munafik dengan 300 orang Yahudi
membelot dan kembali ke Madinah. Mereka melanggar perjanjian dan disiplin
perang.
Meskipun demikian, dengan 700
pasukan yang tertinggal Nabi melanjutkan perjalanan. Beberapa kilometer dari
kota Madinah, tepatnya di bukit Uhud, kedua pasukan bertemu. Perang dahsyat pun
berkobar. Pertama-tama, prajurit-prajurit Islam dapat memukul mundur tentaramusuh
yang lebih besar itu. Pasukan berkuda yang dipimpin oleh Khalid ibn Walid gagal
menembus benteng pasukan pemanah Islam. Dengan disiplin yang tinggi dan
strategi perang yang jitu, pasukan yang lebih kecil itu ternyata mampu
mengalahkan pasukan yang lebihbesar.
Kemenangan yang sudah
diambang pintu ini tiba-tiba gagal karena godaan harta peninggalan musuh.
Prajurit Islam mulai memungut harta rampasan perang tanpa menghiraukan gerakan
musuh, termasuk didalamnya anggota pasukan pemanah yang telah diperingatkan
Nabi agar tidak meninggalkan posnya.
Kelengahan kaum muslimin ini
dimanfaatkan dengan baik oleh musuh. Khalid bin Walid berhasil melumpuhkan
pasukan pemanah Islam, dan pasukan Quraisy yang tadinya sudah kabur berbalik
menyerang. Pasukan Islam menjadi porak poranda dan tak mampu menangkis serangan
tersebut. Satu persatu pahlawan Islam gugur, bahkan Nabi sendiri terkena
serangan musuh. Perang ini berakhir dengan70 orang pejuang Islam syahid di
medan laga.
Pengkhianatan Abdullah ibn
Ubay dan pasukan Yahudi diganjar dengan tindakan tegas. Bani Nadir, satu dari
dua suku Yahudi di Madinah yang berkomplot dengan Abdullah ibn Ubay, diusir ke
luar kota. Kebanyakan mereka mengungsi ke Khaibar. Sedangkan suku Yahudi
lainnya, yaitu Bani Quraizah, Masih tetap di Madinah.
Perang Khandaq
Perang yang terjadi pada
tahun 5 H ini merupakan perang antara kaum muslimin Madinah melawan masyarakat
Yahudi Madinah yang mengungsi ke Khaibar yang bersekutu dengan masyarakat
Mekah. Karena itu perang ini juga disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu beberapa
suku).
Pasukan gabungan ini terdiri dari 10.000 orang
tentara. Salman al-Farisi, sahabat Rasulullah SAW, mengusulkan agar kaum
muslimin membuat parit pertahanan di bagian-bagian kota yang terbuka. Karena
itulah perang ini disebut sebagai Perang Khandaq yang berarti parit.
Tentara sekutu yang tertahan oleh
parit tersebut mengepung Madinah dengan mendirikan perkemahan di luar parit
hampir sebulan lamanya. Pengepungan ini cukup membuat masyarakat Madinah menderita
karena hubungan mereka dengan dunia luar menjadi terputus. Suasana kritis itu
diperparah pula oleh pengkhianatan orang-orang Yahudi Madinah, yaitu Bani
Quraizah, dibawah pimpinan Ka'ab bin Asad.
Namun akhirnya pertolongan Allah
SWT menyelamatkan kaum muslimin. Setelah sebulan mengadakan pengepungan,
persediaan makanan pihak sekutu berkurang. Sementara itu pada malam hari angin
dan badai turun dengan amat kencang, menghantam dan menerbangkan kemah-kemah
dan seluruh perlengkapan tentara sekutu. Sehingga mereka terpaksa menghentikan
pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing tanpa suatu hasil.
Para pengkhianat Yahudi dari Bani
Quraizah dijatuhi hukuman mati.
Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.
Artinya: “Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang Keadaan mereka
penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh Keuntungan apapun. dan Allah
menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Maha kuat
lagi Maha Perkasa. Dan Dia menurunkan orang-orang ahli kitab (Bani Quraizhah)
yang membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng mereka, dan
Dia memesukkan rasa takut ke dalam hati mereka. sebahagian mereka kamu bunuh
dan sebahagian yang lain kamu tawan.” (Q.S. Al-Ahzâb: 25-26)
Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan,
hasrat kaum muslimin untuk mengunjungi Mekah sangat bergelora. Nabi SAW
memimpin langsung sekitar 1.400 orang kaum muslimin berangkat umrah pada bulan
suci Ramadhan, bulan yang dilarang adanya perang. Untuk itu mereka mengenakan
pakaian ihram dan membawa senjata ala kadarnya untuk menjaga diri, bukan untuk
berperang.
Sebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah
yang terletak beberapa kilometer dari Mekah. Orang-orang kafir Quraisy melarang
kaum muslimin masuk ke Mekah dengan menempatkan sejumlah besar tentara untuk
berjaga-jaga.
Akhirnya diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah antara
Madinah dan Mekah, yang isinya antara lain:
1. Selama sepuluh tahun diberlakukan gencatan senjata
antara kaum Quraisy penduduk Mekah dan umat Islam penuduk Madinah
2. Orang Islam dari kaum Quraisy yang datang
kepada umat Islam, tanpa seizin walinya hendaklah ditolak oleh umat Islam
3. Kaum Quraisy, tidak akan menolak orang-orang
Islam yang kembali dan bergabung degan mereka
4. Tiap kabilah yang ingin masuk dalam
persekutuan dengan kaum Quraisy, atau dengan kaum Muslimin dibolehkan dan tidak
akan mendapat rintangan
5. Kaum Muslimin tidak jadi mengerjakan
umrah saat itu, mereka harus kembali ke Madinah, dan boleh mengerjakan umrah di
tahun berikutnya, dengan persyaratan:
- Kaum Muslimin memasuki kota
Mekah setelah penduduknya untuk sementara keluar dari kota Mekah
- Kaum Muslimin memasuki kota
Mekah, tidak boleh membawa senjata
- Kaum Muslimin tidak boleh
berada di dalm kota Mekah lebih dari tiga hari-tiga malam.
Tujuan Nabi SAW membuat
perjanjian tersebut sebenarnya adalah berusaha merebut dan menguasai Mekah,
untuk kemudian dari sana menyiarkan Islam ke daerah-daerah lain.
Ada 2 faktor utama yang
mendorong kebijaksanaan ini :
- Mekah adalah pusat keagamaan
bangsa Arab, sehingga dengan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam Islam,
diharapkan Islam dapat tersebar ke luar.
- Apabila suku Quraisy dapat
diislamkan, maka Islam akan memperoleh dukungan yang besar, karena
orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar di
kalangan bangsa Arab.
Kaum kafir Quraisy
mengetahui, bahwa perjanjian Hudaibiyah itu sangat menguntungkan kaum Muslimin.
Umat Islam semakin kuat, karena hampir seluruh semenanjung Arab, termasuk
suku-suku bagsa Arab yang paling selatan telah menggabungkan diri kepada Islam.
Sejumlah orang dari Bani Khuza’ah yang berada di bawah perlindungan Islam.
Sejumlah orang dari Bani Khuza’ah mereka bunuh dan selebihnya mereka
cerai-beraikan. Bani Khuza’ah segera mengadu kepada Rasulullah SAW dan mohon
keadilan.
Mendapat pengaduan seperti
itu kemudian Rasulullah SAW dengan 10.000 bala tentaranya berangkat menuju kota
Mekah untuk membebaskan kota Mekah dari para penguasa kafir yang zalim, yang
telah melakukan pembunuhan secara kejam terhadap umat Islam dari Bani Khuza’ah.
Rasulullah SAW sebenarnya
tidak menginginkan terjadinya peperanagn, yang sudah tentu akan menelan banyak
korban jiwa. Untuk itu, Rasulullah SAW dan bala tentaranya berkemah di
pinggiran kota Mekah dengan maksud agar kaum kafir Quraisy melihat sendiri,
kekuatan besar dari bala entara kaum Muslimin.
Taktik Rasulullah SAW seperi
itu ternyata berhasil, sehingga dua orang pemimpin Quraisy yaitu Abbas (paman
Rasulullah SAW) dan Abu Sufyan (seorang bangsawan Quraisy yang lahir tahun 567
M dan wafat tahun 652 M) datang menemui Rasulullah SAW dan menyatakan diri
masuk Islam.
Dengan masuk Islamnya kedua
orang pemimpin kaum kafir Quraisy itu, dan bala tentaranya dapat memasuki kota
Mekah dengan aman dan memebebaskan kota itu dari para penguasa kaum kafir
Quraisy yang zalim. Pembebasan kota Mekah ini terjadi pada tahun 8 H secara
damai tanpa adanya pertumpahan darah.
Bahkan setelah itu kaum
Quraisy berbondong-bondong menyatakan diri masuk Islam, menerima ajakan
Rasulullah dengan kerelaan hati. Kemudian bersama-sama bala tentara Islam
mereka membersihkan Ka’bah dari berhala-berhala dan menghancurkan
berhala-berhala itu.
Kaum Muslimin masih menghadapai
kaum musyrikin, yang semula bersekutu dengan kaum kafir Quraisy yang telah
masuk Islam itu, yaitu: Bani Saqif, Bani Hawazin, Bani Nasr, dan Bani Jusyam.
Kaum musyrikin tersebut bersatu di bawah pimpinan Malik bin Auf (Bani Nasr)
berangkat menuju Mekah untuk menyerang kaum Muslimin, yang telah menghancurkan
behala-berhla yang mereka sembah.
Perang Hunain
Mendengar berita bahwa kaum
musyrikin itu akan menyerang umat Islam, Nabi mengerahkan kira-kira 12.000
tentara menuju Hunain untuk menghadapi mereka. Pasukan ini dipimpin langsung
oleh beliau sehingga umat Islam memenangkan pertempuran dalam waktu yang tidak
terlalu lama. Dengan ditaklukkannya Bani Tsaqif dan Bani Hawazin, seluruh
Jazirah Arab berada di bawah kepemimpinan Nabi. Rasulullah dan umat Islam
memperoleh kemenangan yang gilang-gemilang.
Artinya: “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu Lihat
manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan
memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Penerima taubat.” (Q.S. An-Nasr, 110: 1-3)
4.Substansi dan Strategi Dakwah
Rasulullah di Madinah
Setelah Nabi hijrah ke Madinah, kota
tersebut dijadikan pusat jamaah kaum muslimin, dan selanjutnya menjadi ibukota
Negara islam yang segera didirikan oleh Nabi, dengan dirubah namanya Madinah,
yang semula bernama Yastrib.
Adapun
stategi dakwah Rasululullah SAW. Periode Madinah, yaitu :
A. PEMBINAAN
MASJID
Masjid merupakan institusi dakwah
pertama yang dibina oleh Rasulullah SAW. setibanya baginda di Madinah. Ia
menjadi nadi pergerakan Islam yang menghubungkan manusia dengan Penciptanya
serta manusia sesama manusia. Masjid menjadi lambang akidah umat Islam atas
keyakinan tauhid mereka kepada Allah SWT. Pembinaan masjid dimulakan dengan
membersihkan persekitaran kawasan yang dikenali sebagai ‘mirbad’ dan
meratakannya sebelum menggali lubang untuk diletakkan batu-batu sebagai asas
binaan. Malah, Rasulullah SAW. sendiri yang
meletakkan batu-batu tersebut.
Batu-batu itu kemudiannya disemen dengan tanah liat sehingga menjadi binaan
konkrit.
Masjid pertama ini dibina dalam
keadaan kekurangan tetapi penuh dengan jiwa ketaqwaan kaum muslimin di kalangan
muhajirin dan ansar. Mesjid pertama yang dibangun rasulullah SAW. adalah mesjid
Quba’. Tanggla 16 Agustus Rasul dan para sahabat yang berjumlah lebih kurang
seratus orang menuju Madinah pada hari jumat. Ditengah jalan pada suatu tempat
yang bernama perkampungan lembah Bani Salim, Rasul mendapat perintah untuk mendirikan
shlat jumat, sebagai suatu isyarat sudah waktunya memproklamirkan berdirinya
Daulah Islamiyah. Di dalamnya, dibina sebuah mimbar untuk Rasulullah SAW.
menyampaikan khutbah dan wahyu daripada Allah. Terdapat ruang muamalah yang
dipanggil ‘sirda’untuk pergerakan kaum muslimin melakukan aktivitas
kemasyarakatan. Pembinaan masjid ini mengukuhkan dakwah baginda untuk
menyebarkan risalah wahyu kepada kaum muslimin serta menjadi pusat perbincangan
di kalangan Rasulullah SAW. dan para sahabat tentang masalah ummah.
B.
MENGUKUHKAN PERSAUDARAAN
Rasulullah SAW mempersadarakan kaum
Muhajirin dan Ansar. Jalinan ini diasaskan kepada kesatuan cinta kepada Allah
serta pegangan akidah tauhid yang sama. Persaudaraan ini membuktikan kekuatan
kaum muslimin melalui pengorbanan yang besar sesama mereka tanpa membeda –
bedakan pangkat, bangsa dan harta. Selain itu, ia turut memadamkan api
persengketaan di kalangan suku kaum Aus dan Khajraz. Sebagai contoh, Abu bakar
dipersaudarakan dengan Harisah bin Zaid, Jafar bin Abi Thalib dipersaudarakan
dengan Mu’az bin Jabal, dan Umar bin Khattab dipersaudarakan dengan Itbah bin
Malik. Begitu seterusnya sehingga tiap – tipa orang dari kaum Ansar
dipersaudarakan dengan kaum Muhajirin.
C.
PEMBENTUKAN PIAGAM MADINAH
Madinah sebagai sebuah Negara yang
menghimpunkan masyarakat Islam dan Yahudi daripada pelbagai bangsa memerlukan
kepada satu perlembagaan khusus yang menjaga kepentingan semua pihak.
Rasulullah SAW. telah menyediakan sebuah piagam yang dikenali sebagai Piagam
Madinah untuk membentuk sebuah masyarakat di bawah naungan Islam.
Piagam ini mengandungi 32 pasal yang
menyentuh segenap aspek kehidupan termasuk akidah, akhlak, kebajikan,
undang-undang, kemasyarakatan, ekonomi dan lain-lain. Di dalamnya juga
terkandung aspek khusus yang mesti dipatuhi oleh kaum Muslimin seperti tidak
mensyirikkan Allah, tolong-menolong sesama mukmin, bertaqwa dan lain-lain.
Selain itu, bagi kaum bukan Islam, mereka mesti berkelakuan baik kepada kaum
islam di Madinah.
Piagam ini harus dipatuhi oleh semua
penduduk Madinah Islam atau bukan Islam. Strategi ini telah menjadikan Madinah
sebagai model Negara Islam yang adil, membangun serta disegani oleh musuh-musuh
Islam.
D. STRATEGI
KETENTERAAN
Peperangan merupakan strategi dakwah
Rasulullah di Madinah untuk melebarkan perjuangan Islam ke seluruh pelosok
dunia. Strategi ketenteraan Rasulullah s.a.w digeruni oleh pihak lawan
khususnya pihak musyrikin di Mekah dan Negara-negara lain. Antara tindakan
strategik baginda menghadapi peperangan ialah persiapan sebelum berlakunya
peperangan seperti pengitipan dan maklumat musuh. Ini berlaku dalam perang
Badar, Rasulullah SAW. telah mengutuskan pasukan berani mati seperti Ali bin
Abi Talib, Saad Ibnu Waqqash dan Zubair Ibn Awwam untuk bersiap-sedia
menghadapi perang.
Rasulullah SAW. turut membacakan
ayat-ayat al-Quran untuk menggerunkan hati musuh serta menguatkan jiwa kaum
Muslimin. Antara firman Allah Taala bermaksud:
“Dan ingatlah ketika Allah
menjajikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan yang kamu hadapi adalah
untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan
senjatalah yang untukmu, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar
dengan ayat-ayatNya dan memusnahkan orang-orang kafir.” (Surah al-Anfal: 7)
Rasulullah SAW. turut mengambil
pandangan dari para sahabat dalam menyusun strategi peperangan. Dalam perang
Khandak, Rasulullah SAW. setuju dengan pandangan Salman al-Farisi yang
berketurunan Parsi berkenaan pembinaan benteng. Strategi ini membantu pasukan
tentera Islam berjaya dalam semua peperangan dengan pihak musuh.
E. HUBUNGAN LUAR
Hubungan luar merupakan orientasi
penting bagai melebarkan sayap dakwah. Ini terbukti melalui tindakan Rasulullah
SAW. menghantar para dutanya ke negara-negara luar untuk menjalin hubungan baik
berteraskan dakwah tauhid kepada Allah. Negara-negara itu termasuk Mesir, Iraq,
Parsi dan Cina. Sejarah turut merekamkan bahwa Saad Ibn Waqqas pernah berdakwah
ke negeri Cina sekitar tahun 600 hijrah. Sejak itu, Islam bertebaran di negeri
Cina hingga saat ini. para sahabat yang pernah menjadi duta Rasulullah ialah
Dukyah Kalibi kepada kaisar Rom, Abdullah bin Huzaifah kepada kaisar Hurmuz,
Raja Parsi, Jaafar bin Abu Talib kepada Raja Habsyah.
Strategi hubungan luar ini
diteruskan pada pemerintahan khalifah Islam selepas kewafatan Rasulullah SAW.
Sebagai contoh, pasukan Salehuddin al-Ayubi di bawah pemerintahan Bani
Uthmaniah telah berjaya menawan kota suci umat Islam di Baitul Maqdis.
Penjajahan ke Negara-negara luar merupakan strategi dakwah paling berkesan di
seluruh dunia.
F. MEMELIHARA DAN MEMPERTAHANKAN
MASYARAKAT ISLAM DALAM UPAYA MENCIPTAKAN SUASANA TENTRAM DAN AMAN AGAR
MASYARAKAT MUSLIM YANG DI BINA ITU DAPAT TERPELIHARA DAN BERTAHAN.
Rasulullah SAW membuat perjanjian
persahabatan perdamaian dengan kaum Yahudi yang berdiam di kota Madinah dan
sekitarnya. Tindakan ini belum pernah dilakukan oleh nabi dan rasul sebelumnya.
Isi perjanjiannya sebagai berikut :
a) Kebebasan beragama bagi semua
golongan dan masing-masing golongan mempunyai wewenang penuh terhadap anggits
golongannya.
b) Semua lapisan, baik muslim maupun
Yahudi harus tolong menolong dan saling mebantu untuk melawan siapa saja yang
memerangi mereka. Semua wajib mempertahankan kota bila ada serangan dari luar
c) Kota Madinah adalah ota suci yang
wajib dihormati oleh mereka yang terikat dengan perjanjian itu. Apabila terjadi
perselisihan antara muslim dan Yahudi, maka urusan itu diserahkan kepada Allah
SWT dan rasul(Al Qur’an dan sunah).
d) Mengakui dan mentaati kesatuan
pimpinan untuk kota Madinah yang disetujui dipegang oleh Nabi Muhammad SAW.
Substansi
dakwah Rasulullah SAW. Periode Madinah.
Substansi
dakwah Rasulullah SAW. Dapat dilihat melalui khutbah jum’at pertamanya, sebagai
proklamasi berdirinya Negara Islam, Rasul telah menetapkan politik Negara,
berdasarkan atas :
1. Al-adatul
Insanyah ( perikemanusiaan ).
2. Asy-Syura
( demokrasi ).
3. Al-Wahdatul
Islamiyah ( persatuan Islam ).
4. Al-Ukhuwah
Islamiyah ( persudaraan Islam ).
Selain itu,
Dalam shalat Jumat itu rasulullah membacakan khutbah yang berisikan tahmid,
salawat / salam, pesan bertaqwa, dan doa sejahtera bagi muslim/ mukmin.
Substansi dakwah Rasulullah SAW. Yang lain , seperti meletakkan dasar- dasar
politik ekonomi dan sosial untuk masyarakat islam. Selama beberapa minggu di
Madinah, Rasul menelaah situasi, mempelajari keadaan politik, ekonomi sosial
budaya dan lain- lainnya. Setelah itu beliau mengeluarkan ”dekrit” yang dalam
sejarah budaya islam terkenal dengan nama ”shifa”, yang kemudian oleh ahli –
ahli politik modern disebut ”Manifesto politik pertama dalam negara islam”.
Perjanjian
yang merupakan dokumen politik yang sangat bersejarah itu, menetapkan tugas dan
kewajiban kaum yahudi dan musyrikin Madinah terhadap Daulah Islamiyah,
disamping mengakui kebebasan mereka beragama dan memiliki harta kekayaan.
Dokumen
politik yang pertama itu menggariskan dasar- dasar kehidupan politik, ekonomi,
sosial, dan militer bagi segenap penduduk Madinah, baik muslimin Yahudi ataupun
musyrikin.
Mengenai
kehidupan ekonomi / sosial, dokumen menetapkan keharusan orang kaya membantu
dan membayar hutang orang miskin, kewajiban memelihara kehormatan, menjamin
keselamatan jiwa dan harta bagi setiap penduduk, mengakui kebebasan beragama
dan melahirkan pendapat, menyatakan kepastian pelaksanaan hukum bagi siapa saja
yang bersalah, dan di depan pengadilan tidak ada perbedaan antara siapapun.
Mengenai
kehidupan militer, dokumen politik itu antara lain menggariskan kepemimpinan
Muhammad bagi segenap penduduk madinah, baik muslimin, Yahudi, ayaupun
musyrikin, segala urusan berada dalam kekuasaannya, beliaulah yang
menyelesaikan segala perselisihan antara warga negara.
Dengan
demikian jadilah Muhammad Qaid Aam ( panglima tertinggi di Madinah). Dokumen
menetapkan pula keharusan bergotong – royong melawan musuh, sehingga dengan
demikian penduduk Madinah tersusun dalam satu barisan dan menuju satu tujuan.
Selanjutnya
dokumen menjelaskan dengan pasti bahwa tidak boleh sekali – kali bagi kaum
musyrikin madinah membantu musyrikin mekkah, baik dengan harta ataupun dengan
jiwa, dan menjadi kewajiban bagi kaum Yahudi membantu belanja perang selama
kaum muslimin berperang.
Dengan
diumumkan perjanjian yang merupakan dokumen politik penting ini, Rasul telah
berhasil menyatukan penduduk Madinah yang berbeda agama dan unsur darah untuk
menghadapi musuh.
Setelah
terjadi beberapa jihad yang sifatnya melindungi/ membela dakwah di Jazira
Arabiah, Nabi mengirim beberapa pucuk surat kepada beberapa orang raja diluar
Jazirah Arabiah dan beberapa pemuka kaum ( amir) di Jazirah Arabia sendiri,
untuk menyeru mereka agar masuk islam.
Menurut
Tarikh Ibnu Hisyam dan Tarikh Thabary, bahwa surat – surat Nabi itu dikirim
kepada :
1. Heraclius, Maharaja Romawi yang
diantar oleh putusan dibawah pimpinan Dakhiyah bin Khalifa al- Kalbi al –
Khazraji.
2. Kaisar persia, yamg dibawah
perutusan dibawah pimpinan Abdullah bin Huzairah as-Sahami.
3. Negus, Maharaja Habisyah, yang
diantar oleh perutusan dibawah pimpinan Umar bin Umaiyah al-Dhamari.
4. Muqauqis, Gubernur jenderal
Romawi unutk Mesir, yang diantar oleh perutusan di bawah pimpinan Khathib bin
Abi Balta’ahh al-Lakhmi.
5. Hamzah bin Ali al- hanafi, amir
negeri Yamamah, yamg diantar oleh perutusan dibawah di bawah pimpinan Sulaith bin
Amir al-Amiri.
6. Al-Haris
bin Abi Syamir, amir Ghasan, dibawa perutusan di bawah oleh Syuja bin Wahab.
7. AL-Munzir bin Sawy, Amir
al-Bakhrain, yangdi bawah perutusandi bawah pimpinan al-Ala- bin al- Khadhami.
8. Dua putra
al-jalandi, Jifar dan Ibad, yang dibawa oleh Amr bin Ash.
Contoh surat
Nabi kepada Raja Parsi adalah ;
Nabi
mengutuskan Abdullah bin Huzaifah bin Saham yang membawa surat kepada Kaisar
Humuz, Raja Parsi yang bunyinya sebagai berikut :
“Dengan nama
Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dari Nabi Muhammad Rasulullah
kepada Kaisar penguasa Parsi. Semoga sejahtera kepada siapa saja yang mengikut
pimpinan Allah dan beriman kepadaNya dan rasulNya dan bersaksi tidak ada Tuhan
selain Allah yang Esa tidak ada sekutu bagiNya dan sesungguhnya Nabi Muhammad
adalah hamba dan rasulNya.
“Saya
mengajak anda dengan ajakan Allah kepada umat manusia dan untuk memperingatkan
manusia yang masih hidup, bahawa siksaan akan ditimpakan atas orang-orang
kafir. Masuklah Islam dan hendaklah menerimanya. Jika anda menolaknya, maka
berdosalah bagi penyembah api.”
Sekalipun
surat – surat itu tidak semuanya diterima dengan baik, namun pengaruhnya sangat
besar kepada sangat besar kepada rakyat dari negara- negara yang bersangkutan.
Dalam
perkembangan kebudayaan Islam kemudian, arti dan jejak surat- surat Nabi ini
sangat mendalam.
Musuh- musuh
Islam dari dulu sampai sekarang menuduh bahwa islam berkembang di bawah
sinarnya mata pedang. Ini adalah tuduhan bohong, tidak berdasarkan kenyataan,
karena perkembangan islam adalah berlandaskan ”ajaran islam” itu sendiri,
karena prinsip- prinsip dari masyarakat islam, yang bersendikan ”Ukhuwah
Islamiyah, Mussawah Tammah dan Syura Muthlaqah”.
Islam
tersiar luas dan cepat karena ”dakwah berhikmah” dari Nabi dan para sahabat,
sedangkan ”Jihad” adalah untuk melindungi dan membela dakwah dari gangguan,
untuk melindungi masyarakat islam dan kaum muslim. Jihad adalah tindakan
pengamanan semata.
Dengan
dakwah, islam meluas cepat keseluruh Jazirah Arabia sehingga sewaktu Nabi
wafat, Jazirah Arabia seluruhnya telah bersih dari kebudayaan jagiliyyah yang
bertentangan dengan islam, atau dengan perkataan lain, bahwa kebudayaan islam
tekah berkembang di Jazirah Arabia.
Setelah Nabi berpulang ke Rahmatullah, dakwah islamiyah, yang bila dianggap
perlu dilindungi dengan jihad, berjalan terus di bawah Sahabat Empat, Khulafur
Rasyidin ( Abu bakar, Umar, Usman dan Ali), menyebar ke luar Jazirah Arabia,
menjalar ke daerah – daerah Kerajaan Romawi dan kerajaan Persia.